spreading the good feel

Ibu, Pernahkah?

Ibu, pernahkah kau bayangkan sebelumnya akan ada aku yg seperti ini? Sebentuk raga yg belum lagi kuat menopang kemuliaanmu kecuali dengan penghormatan takzim yg itu pun jauh dari sempurna.

Pernahkah kau bersitkan harap mendapati aku yg begini duhai pemunya Surga di telapak kakinya? Serupa wajah yg belum mampu mengangkat keluhuran derajatmu melainkan dengan sebait doa2 sederhana yg disadari tak akan sanggup menebus apapun.


Wahai perempuan yg mengalami ‘wahnan ‘ala wahnin’, pernahkan kau lintaskan angan mengenai aku yg macam ini? Sesosok diri yg belum kuasa mengabdikan usia di nafasmu bahkan dengan menukar denyut sekali pun tak dapat menggenapi semua curah tulus yg pernah ada dalam catatan semesta.

Ibu, mengabaikanmu sama artinya dengan meracun diriku sendiri, sebab separuhku ini adalah dirimu. Di nadiku mengalir darahmu. Di ragaku ada nutfahmu. Di susunan selku ada sari2 baik dari plasentamu. Aku bernafas bersamamu ibu.

Meniadakanmu di ke-ada-anmu tak ubahnya menikam ruhku sendiri sampai terkapar, karena ruhku bersenyawa dalam rahimmu. Embrioku melekat pada hangatnya perutmu. Janinku bergerak aman dalam membran fetalmu. Duniamu menjadi duniaku ibu sebab jantungku mendetak sebagaimana jantungmu berdegup.

Ibu, memilikimu hampir di seperempat abad kehidupanku ini bukan hanya sebuah anugerah, tetapi kesyukuran yg tak mengenal tanda jeda. Jika hari ini, esok, atau pun kelak dalam hitungan yg tak diketahui, aku belum mewujud seperti apa yg kau harap, maka jangan menyerah terburu dalam lafal2 doamu untukku ibu. Sebab, doamu adalah pembuka semua pintu kebaikan, sebuah prelude dari alunan hidup yg kadang tak bernada.

Ibu, meminjam kalimat indah seseorang, aku ingin ucapkan, “Jika syukur memiliki derajat mulia lebih tinggi dari cinta, agar kau tahu, aku bersyukur menjadi anakmu..”

***

Robbighfirliii Waliwalidayya Warhamhumaa Kamaa…Robbayaaniii Shogiirooo

Anisykurli waliwaalidaika ilaiyal Mashir

Tinggalkan komentar